Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyesali masih terjadinya perlakuan yang tidak menyenangkan bagi para tenaga kerja Indonesia (TKI) di area terminal Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta). Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak Angkasa Pura II untuk mengatasi hal itu.

"Saya sudah mengusulkan pembenahan ke Angkasa Pura karena kita enggak punya kewenangan di situ," ujar Jumhur kepada media melalui telepon, Rabu (21/3/2012). Sebenarnya, kata Jumhur, pemerintah telah mengadakan perubahan dalam melayani TKI di dalam terminal. TKI telah diberikan lounge khusus di dalam Bandara Soetta. Lounge tersebut dibuat sejak tahun 2005.

Kemudian, didirikan juga balai untuk kedatangan dan kepulangan para TKI ke tempat asalnya. Fasilitas tersebut semata dibuat untuk melindungi para TKI. Sebab, kata dia, sebelumnya banyak kasus para TKI diperas, dibius, hingga dibunuh.

"Memang sebagian orang merasa tidak perlu ke gedung itu, tapi bukan berarti harus ada pungli," tambah Jumhur. Oleh sebab itu, dalam menghadapi segala macam bentuk pelayanan yang tidak menyenangkan, TKI harus berani. TKI jangan mau diperas oleh oknum petugas bandara.

"Ya dia jangan mau diperas. Tapi susah. TKI lugu juga," sebut dia. Misalnya saja, sebut Jumhur, kalau ada porter, yakni jasa pembawa barang, menjajakan layanannya, sebisa mungkin TKI menolak. Maksudnya, lebih baik para TKI membawa barangnya sendiri. Jika ada TKI yang kehilangan bagasi berarti harus diurus ke pengelola bandara.

Jumhur menyimpulkan, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Angkasa Pura II untuk menanggapi keluhan dari para TKI. Saya keberatan. Saya akan berkoordinasi dengan Angkasa Pura," pungkasnya.

Seperti diwartakan, sejumlah TKI mengeluh dengan pelayanan yang mereka terima di Bandara Soetta. Sampai-sampai mereka menganggap Soetta sebagai tempat yang "angker". Buruknya pelayanan dimulai dari proses pemeriksaan yang tidak wajar oleh petugas bandara sampai hilangnya barang bawaan sering mereka alami. Bahkan ada juga yang merasa dikriminalisasi.

Salah satunya adalah pengalaman Aulia, TKI di Hongkong yang mengalami pemerasan oleh petugas di Bandara Soetta pada Januari 2012 lalu. Aulia mengatakan, dia dikenakan biaya tambahan yang tidak wajar akibat barang bawaannya yang menurut petugas bandara melebihi batas maksimum beban bagasi.

"Batas maksimumnya mereka bilang hanya mencapai 25 kg. Di situ saya adu argumentasi sedikit dengan petugas. Ketika masih di Hongkong, saya sudah diberitahu untuk batas maksimum bagasi bisa mencapai 35 kg," tulis Aulia di Kompasiana. Dari Hongkong, ia menggunakan penerbangan dengan maskapai Cathay Pacific, kemudian untuk penerbangan lanjutan ke Semarang akan menaiki pesawat Garuda.

Setelah adu argumen, akhirnya Aulia menuruti kemauan petugas yang mengharuskannya membayar denda kelebihan beban bagasi. Ia pun mendapatkan perlakuan buruk lagi saat hendak mencari informasi hotel yang dekat dengan bandara. Secara terang-terangan petugas bandara meminta uang untuk informasi yang akan diberikan.

Namun, Aulia menolak dengan mengatakan bahwa dirinya tidak ada uang lagi untuk membayar hal itu. Walau begitu, tetap saja petugas itu memaksa secara halus. Mbak, kalau Mbak enggak ada rupiah, dollar juga enggak apa-apa kok. Kita juga menerima," kata petugas tersebut seperti ditulis Aulia.