Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pemilihan kepala Daerah DKI Jakarta

Pemilihan kepala daerah DKI Jakarta ditengarai akan menjadi pilkada yang menghabiskan biaya sangat besar. Pasalnya, para kandidat berlomba-lomba memasarkan dirinya, termasuk berlomba memberikan uang pelicin untuk memuluskan langkah menjadi DKI 1 atau DKI 2. Uang pelicin yang sudah masuk dalam praktik money politics itulah yang dikhawatirkan Hidayat Nur Wahid, salah satu bakal calon gubernur DKI Jakarta.

"Yang dikhawatirkan terkait dengan yang bertarung pakai dana unlimited, sehingga perlu ada pembatasan anggaran berkampanye," ungkap Hidayat, Jumat (6/4/2012), saat dijumpai di Universitas Al-Azhar, Jakarta. Ia menuturkan, praktik money politics harus diberantas dan langsung ditindak baik yang memberikan dana maupun yang menerima. "Sering punya pengalaman bahwa kandidat dipaksa memberi karena yang menerima begitu semangat. Pak yang satu sudah sekian zak semen, sekian puluh ribu kadang-kadang begitu. Saya tidak akan melakukan hal itu," tutur Hidayat.

Ia mengatakan, praktik money politics sama saja melecehkan rakyat. "Rakyat Jakarta adalah rakyat yang terhormat terdidik. Dia adalah pemilik kedaulatan dan tidak bisa direndahkan dengan politik," tandasnya. Saat ini ada enam pasang calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta sudah resmi mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta.

Sebanyak empat pasang maju dari jalur partai politik, yakni pasangan Jokowi-Ahok, Alex Noerdin-Nono Sampono, Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli, dan Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini. Sedangkan dua pasangan lainnya sudah terlebih dulu maju melalui jalur independen yaitu Faisal Basri-Biem Benyamin dan Hendardji Supandji-Riza Patria. Keenam pasangan ini akan bersaing memperebutkan kursi DKI 1 dan DKI 2.