Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Usulan Pencampuran Pertamax Dan Premium

Usulan pencampuran pertamax dan premium perlu mempertimbangkan aspek teknis dan dasar hukumnya. Produk hasil campuran bahan bakar minyak bersubsidi dan nonsubsidi itu mengandung unsur subsidi. Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi (ReforMiner Institute) Pri Agung Rakhmanto menyampaikan hal itu, pada Jumat (6/4/2012), di Jakarta.

Menurut Pri Agung, usulan kebijakan yang menyangkut pencampuran premium dan pertamax tentu hrs ada payung hukumnya terlebih dahulu, dalam hal ini sekarang adalah Undang Undang APBN-P 2012. Jadi, hal itu tidak bisa sebatas usulan.

Selain itu ide pencampuran premium dan pertamax menjadi produk premix dengan angka oktan 90 harus pertimbangkan aspek teknis. " Ini kan tidak sekadar mencampur begitu saja, tetapi juga memerlukan penyesuaian konfigurasi kilang," kata Pri. Dalam hal harga, karena perkiraan harga premix Rp 7.250 per liter juga masih harga subsidi, maka hal ini akan memerlukan persetujuan DPR lagi, yang tentu tidak bisa begitu saja memakai payung hukum UU APBN-P 2012.

"Terkait efektifitas, jika pun secara aturan dan teknis itu dimungkinkan, ini belum tentu akan efektif. Karena, selama premium dengan harga Rp 4.500 masih ada, selama itu pula secara rasional masyarakat tetap cenderung akan memilihnya karena lebih murah," ujarnya.

Sebelumnya Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Widjajono Partowidagdo, menggulirkan gagasan agar PT Pertamina memproduksi premix dengan angka oktan 90. Premix adalah produk BBM yang merupakan pencampuran premium dengan angka oktan 88 dan pertamax yang angka oktannya 90.