Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Indonesia memiliki keragaman hayati laut

Indonesia memiliki keragaman hayati laut dengan terumbu karang terluas di dunia, yakni 15 persen dari seluruh lautan di bumi. Berdasarkan riset Coremap LIPI dan LAPAN akhir tahun 2008, hampir sepertiga kondisi terumbu karang di Indonesia berkategori rusak.

Dalam kawasan di sekitar terumbu karang ditemukan, banyak spesies yang berpotensi nilai ekspor. Namun, sayangnya banyak kawasan terumbu karang yang mengalami kerusakan. Beberapa potensi nilai ekspor yakni ubur-ubur, kuda laut, dan penemuan spesies baru bambu laut di kawasan perairan terumbu karang Nusa Tenggara Timur.

Karena itu banyak negara maju yang tertarik untuk meneliti terumbu karang di Indonesia. “Ubur-ubur di Cina dimanfaatkan sebagai makanan. Bambu laut dipakai sebagai hiasan di Eropa dan Amerika, kalau kuda laut untuk obat-obatan,” ujar Kepala Pusat penelitian Oseanografi LIPI, Zaenal Arifin, 24 November 2011.

Ekosistem terumbu karang sangat menentukan pertumbuhan terumbu karang. Misalnya, kualitas air yang bersih, adanya mangrove, lamu, maupun spesies lainnya.

Melihat potensi tersebut, ia mengatakan banyak negara maju yang mengajukan penelitian di wilayah terumbu karang. Namun LIPI sangat selektif dalam memberikan izin penelitian agar tidak merusak ekosistem terumbu karang. LIPI hanya memberikan rekomendasi pemanfaatan ekosistem terumbu karang yang sudah dibudidaya.

“Jadi yang diekspor, yang sudah ditransplantasi, tidak langsung ambil begitu saja,” ucap Zainal.

Lebih detail, ia mengatakan bahwa misalnya akan mengambil ekosistem tertentu di terumbu karang, hanya boleh diambil sebagian, sesuai aturan. Ia menyebutkan pernah ada salah satu spesies yang diekspor ke luar, dan peneliti di luar mengingatkan bahwa spesies tersebut tidak boleh diperjualbelikan.

Selain itu, LIPI juga terus mengawasi pemanfaatan ekosistem terumbu karang di Indonesia. Sebelumnya, LIPI melakukan program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang dalam tiga fase.

Pada fase I LIPI melakukan inisiasi yang memetakan berapa luas terumbu karang di Indonesia. Tahap II yakni penyadaran masyarakat dengan kampanye melalui penulisan blogger dan teknologi terkini, dan Tahap III yang akan dilakukan sebuah kelembagaan. Fase II berhasil menghasilkan buku ajar terumbu karang untuk muatan lokal di semua jenjang sekolah.

“Kami berharap kesadaran para generasi muda untuk pengenalan terumbu karang,” tambahnya. Aspek pemahaman dan kesadaran lebih penting untuk pelestarian dalam jangka panjang.