Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono

Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono menyesalkan aksi unjuk rasa oleh Kongres Rakyat Sumatera Utara yang mengepung Bandara Internasional Polonia, Medan, Sumatera Utara, Senin (26/3/2012) sore, selama tiga jam. Tindakan tersebut dipandang merugikan kepentingan masyarakat luas.

Saya kira itu kontraproduktif. Saya tidak setuju terhadap hal itu. Saya kira itu bukan tujuan sebenarnya," kata Agung, yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar, kepada para wartawan di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (27/3/2012). Akibat unjuk rasa tersebut, sejumlah pesawat terpaksa ditunda keberangkatannya. Satu pesawat, yakni Batavia Air YG 593 Jakarta-Medan yang dijadwalkan tiba di Polonia pukul 15.15, terpaksa mendarat di Pekanbaru.

Hingga Senin pukul 17.00, berdasarkan informasi di layar kantor Officer In Charge (OIC) Bandara Polonia, Medan, terdapat tujuh penerbangan yang belum berangkat sejak pukul 15.35 hingga pukul 17.00. Sebelumnya, dua penerbangan, yakni Lion Air JT 387 Medan-Jakarta terlambat 30 menit dan JT 399 Medan-Jakarta terlambat 40 menit.

Sebelumnya, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparringa mengatakan, yang paling penting saat ini adalah perdebatan di DPR. Perdebatan antaranggota dewan terkait kebijakan pengurangan subsidi minyak ini dianggap lebih penting diamati ketimbang unjuk rasa di jalan.

"Yang diperlukan Indonesia saat ini adalah peraduan argumentasi di Parlemen, bukan kerumunan yang berteriak di jalan," kata Daniel. Ia mengatakan, perkembangan demokrasi di Indonesia telah mencapai tahapan yang paling kritis sejak era 1998. Menurutnya, saat ini dua parameter fundamental demokrasi berhadapan secara diametral, yakni keluasan partisipasi versus kedalaman argumentasi.

Saat ini, sambung Daniel, bangsa Indonesia sedang melihat bahwa demonstrasi hanya menghasilkan kebisingan serta kehilangan pesan publiknya yang penting, yakni akal dan kebaikan bersama. Demonstrasi yang sandaran pembelaannya hanya pada kekuatan massa hanya akan mengancam kemampuan demokrasi sebagai cara memberikan solusi.

Anarki demokrasi akan terjadi ketika otot mengalahkan akal. Yang dapat menyelamatkan kita dari anarki demokrasi adalah ketika perdebatan tentang subsidi BBM di DPR menghasilkan opsi-opsi terbaik dari yang mungkin kita pilih," katanya.